loading...

Friday 15 April 2016

Meraih Pahala Berbakti Kepada Orang Tua Dengan Berwaqaf

Bagaimana cara berbakti kepada orangtua yang telah meninggal?
Berbakti kepada orangtua masih dapat dilakukan meskipun beliau berdua telah meninggal. Berikut ini perbuatan yang harus kita lakukan sebagai anak untuk mendapatkan pahala birrul walidayn yang sangat besar sebagaimana yang telah di sebut diatas.

Meminta ampun kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan taubat nashuha (jujur) bila kita pernah berbuat durhaka kepada keduanya di waktu mereka masih hidup.
Menshalatkannya dan mengantarkan jenazahnya ke kubur.
Selalu memintakan ampunan untuk keduanya setelah selesai sholat.
Membayarkan hutang-hutangnya.
Melaksanakan wasiat sesuai dengan syari’at.
Menyambung silaturrahim kepada orang yang keduanya juga pernah menyambungnya.
Bersedekah (wakaf) dengan meniatkan pahalanya untuk kedua orang tua kita yang telah meninggal.
7 Amalan saat kedua orangtua kita meninggal  yang disebut diatas, no 6 dan 7 yang jarang dilakukan padahal amalan tersebut sangat dianjurkan. Apalagi amalan bersedekah (wakaf) untuk kedua orang tua kita yang pahalanya Insya Allah sampai kepada keduanya.



Keunikan Wakaf dibanding Zakat dan infak yang lain
Da’i mantan rocker Ustadz M Khoir Hari Moekti menjelaskan keunikan wakaf dibanding zakat dan infak yang lain. “Wakaf berbeda dengan zakat, berbeda pula dengan infak sedekah, wakaf itu unik,” Menurut beliau keunikan wakaf dibandingkan dengan zakat dan infak serta sedekah sebagai berikut:

Zakat meskipun hukumnya wajib, hanya dapat dilakukan setahun sekali dan diberikan kepada delapan golongan yang berhak menerima zakat. “Sedangkan wakaf, seperti umumnya sedekah, bisa dilakukan sesering mungkin dan dapat diberikan kepada orang yang berada di luar delapan golongan tersebut,”.
Harta wakaf hanya berhak menggunakan dan memanfaatkan harta wakaf tersebut tanpa berhak memilikinya. Berbeda dengan zakat yang boleh dimiliki individu dan di perjual belikan.
Muslim yang berwakaf bukan saja mendapatkan pahala saat memberikan wakaf, tetapi akan terus mendapat kucuran pahala selama benda yang diwakafkannya dimanfaatkan orang lain meskipun pewakaf tersebut sudah meninggal dunia.
Pahala wakaf bisa dihadiahkan untuk kedua orangtua yang meninggal maupun yang belum.
Keunikan poin yang keempat inilah yang dapat dijadikan sebagai salah satu amalan kita sebagai serorang anak untuk berbakti kepada orangtua. Wakaf hukumnya sunah dan merupakan salah satu sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT yang sangat disukai dan dianjurkan dalam Islam. Menurut Imam Asy Syafi’iy, wakaf merupakan kekhususan bagi umat Islam dan belum pernah dikenal pada masa jahiliyah.

Berwakaf merupakan kebiasaan Nabi Muhammad SAW dan para sahabat serta shalafush shalih. Harta yang boleh diwakafkan adalah setiap harta mubah yang dapat diambil manfaatnya serta tidak mudah/cepat rusak atau langsung habis jika dimanfaatkan.

Apakah pahala sedekah (wakaf) akan sampai kepada orangtua yang sudah meninggal?
Mungkin masih ada perdebatan tentang hal ini, berikut ini dalil yang menguatkan dan menyakinkan bahwa pahala sedekah (wakaf) itu sampai kepada mayit.  Dalam Al Qur’an surah al Hasyr ayat 10 yang artinya:

“…Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami…”

Dari Abu Hurairah rodliyallahu anhu: “Bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi Saw: “Sesungguhnya ayahku sudah wafat, dia meninggalkan harta dan belum diwasiatkannya, apakah jika disedekahkan untuknya maka hal itu akan menghapuskan kesalahannya? Rasulullah Saw menjawab: Ya” (HR. Muslim)

Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, ia berkata : Bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada baginda Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam: “Sesungguhnya ibuku wafat secara mendadak, aku kira dia punya wasiat untuk sedekah, lalu apakah ada pahala baginya jika aku bersedekah untuknya? Beliau menjawab: “Na’am (ya), sedekahlah untuknya” (Mutafaqqun ‘alaih)

Dari Sa’ad bin ‘Ubadah rodliyallahu ‘anhuma, Ia berkata: Aku berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku wafat, apakah aku bersedekah untuknya? Beliau menjawab: Ya. Aku berkata: Sedekah apa yang paling afdhal? Beliau menjawab: mengalirkan air, jawab Rosulullah” (HR. An Nasa’i dan Ibnu Majah)

Imam Nawawi rohimahullah berpendapat, bahwasanya bersedekah atas nama mayit ini bisa memberi manfaat kepada mayit dan pahala sedekahnya bisa sampai padanya, dan demikianlah sesuai dengan kesepakatan para ulama, dan juga ulama bersepakat atas sampainya doa, membayar hutang yang telah terwarid di dalam kesemuanya. Dan sah juga menghajikan haji atas mayit apabila hajinya itu haji islam dan begitu juga sah apabila mayit mewasiyatkan agar dihajikan dengan haji sunnah, ini menurut pendapat yang lebih shah menurut kami. Dan ulama berbeda pendapat di dalam masalah puasa, apabila seseorang mati dan dia masih mempunyai tanggungan puasa, maka pendapat yang rojih (unggul) itu bolehnya berpuasa atas nama mayit karena adanya hadits-hadits yang shohih, dan yang masyhub di madzhab kami bahwa bacaan alquran tidak sampai pahalanya kepada mayit, dan berkata sekelompok ashab kami bahwa pahala bacaan alquran bisa sampai kepada mayit, dan dengan pendapat sampainya pahala bacaan alquran, imam Ahmad bin Hanbal telah berpendapat. Adapun sholat dan semua bentuk amal keta’atan maka menurut pendapat kami dan pendapat jumhur ulama pahalanya tidak sampai kepada mayyit, dan imam Ahmad berkata, pahala semua bentuk keta’atan bisa sampai kepada mayyit sebagaimana pahala haji.

Penjelasan dalil yang “sepintas” bertentangan.
Lantas bagaimana hubungan hadits diatas dengan ayat yang menyatakan bahwa seseorang tidak akan menaggung beban orang lain? dan juga hadits Masyhur yang menyatakan amal anak adam terputus setelah ia meninggal dunia?

Bagi ahli fiqih, pasti sering sekali mendengar hujjah ayat dari surat An-Najm ayat 39 ini:

وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى

” …Bahwa seseorang tidak akan memikul dosa orang lain dan bahwasanya tiada yang didapat oleh manusia selain dari yang diusahakannya”.

Mengenai ayat diatas seorang shahabat Nabi, Ahli tafsir pada zaman Nabi yang sangat mulya, yang pernah didoakan secara khusus oleh Nabi agar pandai menakwilkan al Qur’an yakni Ibnu Abbas rodliyallahu ‘anhuma berkata: “Ayat tersebut telah dinasakh (dibatalkan) hukumnya dalam syariat kita dengan firman Allah SWT: “Kami hubungkan dengan mereka anak-anak mereka”, maka dimasukanlah anak ke dalam surga berkat kebaikan yang dibuat oleh bapaknya” (Tafsir Khazin, IV/213)

Firman Allah yang dikatakan oleh Ibnu Abbas rodliyallahu anhu sebagai penasakh atau pengganti surat an-Najm ayat 39 itu adalah sebagai berikut: “Dan orang-orang yang beriman dan anak cucu mereka mengikuti mereka dengan iman, maka kami hubungkan anak cucu mereka itu dengan mereka dan tidaklah mengurangi sedikitpun dari amal mereka. Tiap-tiap orang terikat dengan apa yang dikerjakannya”. (At-thur :21)

وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَٱتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُم بِإِيمَٟنٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَآ أَلَتْنَٟهُم مِّنْ عَمَلِهِم مِّن شَىْءٍۢ ۚ كُلُّ ٱمْرِئٍۭ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌۭ

Ibnu Taimiyah berkata dalam menfasirkan ayat diatas: “Allah tidak menyatakan bahwa seseorang tidak bisa mendapat manfaat dari orang lain, Namun Allah berfirman, seseorang hanya berhak atas hasil usahanya sendiri. Sedangkan hasil usaha orang lain adalah hak orang lain. Namum demikian ia bisa memiliki harta orang lain apabila dihadiahkan kepadanya. Begitu pula pahala, apabila dihadiahkan kepada si mayyit maka ia berhak menerimanya seperti dalam solat jenazah dan doa di kubur. Dengan demikian si mayit berhak atas pahala yang dihadiahkan oleh kaum muslimin, baik kerabat maupun orang lain” (Majmu’ Fatawa, 24/366)

Berkata Iman Syaukani dalam kitabnya: (ayat) “Tidak ada seseorang itu…” Maksudnya tidak ada dari segi keadilan (min thariqil adli), adapun dari segi karunia (min thariqil fadhli), maka ada bagi seseorang itu apa yang tidak dia usahakan. (Nailul Authar, IV/ 102)

Kemudian bagaimana penjelasan dengan hadits nabi muhammad SAW yang artinya: “Apabila seorang manusia meninggal maka putuslah amalnya, kecuali tiga hal : Sedekah jariyah, anak yang shalih yang mendo’akannya atau ilmu yang bermanfaat sesudahnya” (HR. Abu Daud)

Jawaban :

Dalam hadits tersebut tidak dikatakan inqata intifa’uhu (terputus keadaannya untuk mendapat manfaat) tetapi disebutkan inqata ‘amaluhu (terputus amalnya). Adapun amalan orang lain yang masih hidup maka itu adalah milik orang yang mengamalkannya, jika dia menghadiahkannya kepada muslim yang sudah meninggal, maka akan sampailah pahala orang yang mengamalkan itu kepadanya. Jadi yang sampai itu adalah pahala orang yang mengamalkan bukan pahala amal muslim yang sudah meninggal itu itu. (Syarh Thahawiyah : 456)

Kesimpulannya, bahwa berdoa dan bersedekah bagi arwah seorang muslimin baik yang dilakukan oleh anaknya ataupun bukan adalah masyru’ (disyariatkan), dan pahalanya akan sampai bila dilakukan dengan ikhlas. Wallahu ‘alam bisshawab.

No comments:

Post a Comment