loading...

Tuesday 21 July 2020

Cinta dan Keikhlasan, Kunci Pendidikan Agama Islam di PAUD/BA & TK/RA


Dalam banyak hal, mengajar anak PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) dan Taman Kanak-kanak (TK) adalah sepenuhnya soal cinta dan panggilan jiwa. Tanpa kedua hal tersebut, mengajar di PAUD/TK diyakini tidak akan bisa berjalan semestinya.
Simpulan ini mengemuka dalam serial diskusi dengan beberapa guru PAUD dan TK dari Kota Bekasi, Jogjakarta, dan daerah lainnya. 
Berbeda dengan siswa sekolah dasar (SD) yang sudah memiliki kemandirian dalam berperilaku, siswa PAUD/TK adalah anak-anak yang sepenuhnya masih membutuhkan pengasuhan. Itulah mengapa guru PAUD/TK bukan hanya harus siap menunaikan tugas kurikulum PAUD dan TK sesuai standar yang digariskan dalam Permendikbud Nomor 137 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini, namun juga berkewajiban untuk memastikan aspek kepengasuhan anak bisa berjalan dengan benar dan seharusnya.
Di tengah mengajar di ruang kelas misalnya, Desi Yuningsih, S.Pd.I guru TK Nur Hikmah di Kota Bekasi, harus menghadapi “protes” dari salah satu siswa PAUD yang bermasalah dengan urusan buang hajat. Akibatnya, Ibu guru Desi harus menghentikan sementara proses mengajarnya untuk lebih dulu membantu buang hajat siswa tersebut ke toilet. Yang terjadi kemudian, proses pembelajaran harus terhenti sementara karena urusan “belakang”. Inilah di antara tanggung jawab guru PAUD terhadap anak didiknya. Mengatasi keperluan pribadi anak-anak prasekolah yang belum bisa mengurus diri mereka sendiri, mau tidak mau menjadi bagian dari proses pembelajaran yang dijalankan.
Lain ibu guru Desi, lain lagi dengan pengalaman yang dijalani Ibu Dewi Widiyastuti, Guru PAI TK dan Ketua FKG PAI TK D.I. Yogayakarta, yang mengatakan betapa tantangan dan variasi masalah yang dihadapi selama mengajar di TK sungguh sulit untuk dilupakan. Bu guru Dewi bahkan merasa butuh waktu sebulan untuk menceritakan suka-duka dan drama mengajar PAI di TK. 
Dunia anak-anak terasa sebagai sesuatu yang unik, polos, apa adanya, dinamis, dan penuh keriangan. Namun, masalah juga datang dengan sendirinya ketika ada anak yang sakit atau kurang sehat. Secara umum Ibu guru Dewi meyakini semua itu sebagai sebuah hal yang sangat menantang dan mengasyikkan, hingga mengajar di TK baginya adalah sebuah momen berada di taman yang sangat indah. 
Dipandang Sebelah Mata
Cerita tentang Ibu guru Desi dan  Dewi sangat mungkin mewakili bagaimana suka - duka yang dialami para guru PAUD/TK dari berbagai penjuru negeri ini. Sayangnya, perjuangan tersebut tidak cukup mendapat apresiasi yang memadai dari masyarakat. Masih banyak yang menilai pendidikan PAUD/TK bukanlah jenis pendidikan yang dibutuhkan untuk perkembangan anak. Jikapun diperlukan, PAUD/TK paling jauh dipandang hanya untuk latihan anak menyanyi dan bermain. 
Belum lama, sebuah cuitan di twitter dari seorang guru TK bernama Dina Rahmalinda  dengan alamat @akuitudina seperti mewakili bagaimana penilaian masyarakat terhadap guru TK pada umumnya, juga tentang bagaimana tidak pentingnya pendidikan prasekolah bagi masyarakat. 
Dalam bahasa kekinian, sikap dan penilaian negatif masyarakat terhadap profesi ini – sebagaimana yang disampaikan Dina—tersampaikan dalam kalimat-kalimat 'Ohh.. hanya guru TK'. 'Gampanglah kerjaannya.. cuma ngajari anak nyanyi-nyanyi doang kan??'. 'Hmm.. ilmunya nggak harus tinggi-tinggilah, lulus SMA juga bisa kok langsung jadi guru TK'. 'jadi guru TK mah gampang...'. 'Iihh.. ga level banget lah yaaa'. Dan masih banyak bentuk cibiran lainnya.
Menyanyi dan bermain memang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari aktifitas di PAUD/TK. Dua aktifitas ini adalah sarana yang efektif untuk membangun mood dan kreatifitas anak PAUD/TK. Sejalan dengan perkembangan usia mereka, menyanyi dan bermain adalah hal yang lekat dengan keseharian mereka. 
Namun demikian, menyanyi dan bermain di PAUD dikemas sedemikian rupa dalam kurikulum dan standar yang telah ditetapkan pemerintah. Dengan demikian, dampak dari aktivitas yang dipandang remeh tersebut akan menghasilkan individu yang berdisiplin, mandiri, dan memiliki kesiapan tersendiri dalam menyongsong pendidikan dasar dan seterusnya. 
Dalam perspektif Pendidikan Agama Islam di PAUD, penanaman nilai pendidikan agama Islam pada anak PAUD menempati posisi yang sangat strategis dalam fase perkembangan anak. Direktur PAI Rohmat Mulyana Sapdi (17/07/2020) mengatakan bahwa pendidikan PAI pada PAUD sangat memengaruhi upaya penanaman nilai dan ajaran Islam pada anak. Pada usia prasekolah, anak berkesempatan luas menerima konsep dasar nilai-nilai tersebut yang disematkan dalam kurikulum PAI untuk PAUD/TK. Lebih jauh, Rohmat Mulyana juga menegaskan bahwa penanaman nilai-nilai keagamaan bagi anak usia dini adalah dalam rangka meletakkan dasar-dasar keimanan, kepribadian atau budi pekerti yang terpuji, dan kebiasaan ibadah sesuai kemampuan peserta didik.
Hal senada disampaikan oleh Kasubdit PAI pada PAUD/TK Direktorat PAI Ditjen Pendidikan Islam Victoria Elisna Hanah (18/07/2020). Bunda Ria, demikian Victoria dipanggil di kalangan pegiat PAUD/TK, mengatakan bahwa pendidikan PAI pada PAUD/TK diperlukan untuk mendukung upaya membentuk karakter siswa yang dipengaruhi nilai-nilai Islami. Kondisi pandemi Covid-19 yang penuh dengan tantangan, eloknya mampu dijadikan momen yang tepat untuk menguatkan pendidikan agama dan moral di rumah. Hal ini menjadi sebah kemungkinan, karena pada semester pertama ini peserta didik di PAUD dan TK masih belajar dirumah (BDR). 
Dalam kaitan itu, Bunda Ria menekankan pentingnya komunikasi yang harus terus dijalin antara siswa, guru, dan orang tua. Komunikasi yang positif dan produktif akan tetap menjaga terlaksananya proses pembiasaan pada anak, meski dengan segala keterbatasan, dengan tetap menjaga protokol kesehatan yang digariskan pemerintah. Pembiasaan ini akan mendorong terbangunnya karakter yang memungkinkan anak berkembang dengan maksimal. 
Sebagai pondasi, karakter ini penting dalam menghadapi berbagai tantangan dan perkembangan dewasa ini. Bobot dan derajat pembelajaran kurikulum terkini yang akrab dengan standar penilaian yang tinggi berdasar HOTS (high order thinking skills) pada jenjang pendidikan pra sekolah  perlu juga diajarkan di Taman Kanak-kanak, misalnya, memerlukan kapasitas siswa untuk mampu berpikir kritis, kreatif, dan inovatif tentunya pada batas usia dan tingkat perkembangan mereka. Kemampuan seperti ini perlu diiringi dengan kapasitas diri pada siswa untuk berendah hati, penuh sopan santun, dan mengedepankan akhlak terpuji sebagaimana yang ditekankan dalam nilai-nilai dan ajaran Islam.
Parenting Day
Dalam pandangan orang tua siswa, alasan yang melatari kesadaran menyekolahkan anak di PAUD/TK tentu beragam. Ibu Erna Hastuti, Ketua FKG Kota Bekasi sekaligus pengelola TK Al Hidayah di Kota Bekasi, melihat bahwa kesadaran orang tua di Kota Bekasi untuk menyekolahkan anaknya ke PAUD/TK terlihat cukup baik. Ibu Erna menambahkan bahwa bisa jadi lokasi Kota Bekasi yang relatif memiliki warga tingkat sosial menengah, cukup besar memiliki korelasi dengan tingkat pendidikan dan kesadaran diri pada orang tua untuk menilai urgensi Pendidikan AUD/TK pada anak.
Orang tua siswa, kata Erna, menyekolahkan anaknya ke PAUD/TK dengan harapan agar anak mereka mendapatkan dasar disiplin diri yang baik dan kemandirian yang menjadi bekal untuk memasuki jenjang pendidikan selanjutnya. Mereka juga menyadari usia prasekolah adalah masa penting untuk mengisinya dengan pondasi cara berpikir dan bertindak anak. 
Alasan lain menyekolahkan anak ke PAUD/TK kadang juga terasa unik. Berbeda dengan harapan dan motivasi orang tua perkotaan, alasan Siswanti (35 tahun), menyekolahkan anaknya ke TK Miftahul Ulum di Desa Cokrowati Kec Todanan kabupaten Blora karena alasan kesibukan kerja. Siswanti menyadari tidak memiliki waktu yang cukup dalam mengasuh anaknya, Nafis,  karena kesibukan bekerja mengajar di SMK Khozinatul Ulum Todanan. 
Saat dikonfirmasi (13 /07/2020), Siswanti menyatakan bahwa TK menjadi sarana yang mendukungnya dalam bekerja dengan “menitipkan” anak karena kesibukan dalam bekerja. “Saya tidak terlalu mengikuti materi pembelajaran anak saya di TK,” ujarnya, “tapi saya percaya dengan kualitas pembelajaran yang dijalankan lembaga TK tempat anak saya belajar,” imbuhnya.
Di titik ini, Siswanti, dan bisa jadi orang tua lainnya, melihat PAUD/TK sebagai semacam daycare, tempat penitipan anak yang tidak menekankan proses pembelajaran dan kurikulum di dalamnya. Padahal, penanaman nilai-nilai Pendidikan Agama Islam pada anak sangat membutuhkan proses pencontohan secara langsung dalam praktek. Dalam kaitan ini, pelibatan orang tua untuk ikut dalam proses pembelajaran anak di PAUD/TK menjadi sangat penting. 
Itulah mengapa dalam berbagai kesempatan lembaga pendidikan PAUD/TK mengadakan parenting day atau semacamnya. Ibu guru Erna menjelaskan bahwa pelibatan orang tua dan lingkungan menjadi mutlak dilakukan karena proses pembelajaran anak di PAUD/TK membutuhkan adaptasi dan penyesuaian lingkungan dalam keluarga. Orang tua perlu diikutkan dalam posisi sebagai jembatan atas materi pembelajaran di PAUD/TK dan praktek di rumah dan lingkungan. 
Sebagai contoh, kebiasaan anak untuk menghormati orang tua dengan mencium tangan mereka saat momen berpisah karena suatu urusan perlu diimbangi dengan disiplin dan respek orang tua dalam kaitan yang serupa. Saat anak akan mencium tangan orang tua karena suatu keperluan, orang tua juga harus memberikan dukungan dan respek yang memadai terhadap anak dengan memberikan gesture atau sikap diri yang memadai. Tentu, tidak elok jika orang tua malas-malasan mengulurkan tangan saat anaknya hendak mencium tangan mereka, atau sekenanya dalam merespon tindakan terpuji anak. Inilah salah satu gap proses pembiasaan di kelas dan lingkungan yang perlu mendapat perhatian bersama.
Dalam kaitan memberi perhatian bersama pada anak, kita sering mendengar adanya parenting day. Forum ini adalah wahana untuk udar rasa dan diskusi mengenai pola asuh dan pembelajaran pada anak. Dengan wadah semacam ini, diharapkan terjadi titik temu antara substansi kurikulum yang diajarkan di ruang kelas oleh guru dengan pembiasaan yang dijalankan di rumah dan lingkungan.
Cinta dan Keikhlasan Mengajar
Cerita tentang proses pembelajaran PAI di PAUD adalah cerita tentang sebuah kekhasan, keunikan, tantangan, dan romantika. Tunggu dulu, romantika dalam konteks ini adalah cerita tentang cinta dan kasih sayang pada anak. 
Dewi Nurasiyah, Guru TK Annida Kota Bekasi, mengatakan bahwa bekal utama untuk memasuki ruang kelas PAUD/TK adalah satu hal yang bernama bahagia. Kebahagiaan yang dipancarkan guru di ruang kelas dengan sendirinya akan menyinari dan menerangi kelas, menjadi energi kebahagiaan yang menaungi anak-anak. Dampaknya, proses pembelajaran akan berjalan dengan riang gembira. 
Namun sebaliknya, imbuh Dewi, jika seorang guru membuka kelas dalam kondisi emosi yang tidak bagus, merengut dan manyun misalnya, maka kelas akan menjadi “berantakan”. Hal demikian dapat terjadi karena adanya jalinan emosional yang kuat dalam diri guru PAUD/TK dan anak didiknya. Bahagia di guru, bahagia di anak. Pun sebaliknya.
Oleh karena itu, mengajar di PAUD/TK adalah soal cinta, karena bahagia hanya bisa dibangun dengan itu. Cinta yang akan membuat kelas dan isinya berjalan dengan riang dan penuh kegembiraan. Cinta dan kasih sayang pada siswa pula yang akan memastikan proses pembelajaran di kelas berjalan dengan suka-cita.
Sisi lain, mengajar di PAUD/TK adalah juga soal keikhlasan. Sebagian besar lembaga pendidikan PAUD dan TK adalah swasta. Kondisi ini menyebabkan perhatian pemerintah kepada PAUD dan TK sedikit banyak terkesan tidak maksimal berjalan. Perhatian terhadap para guru PAUD juga masih banyak menyisakan masalah. Karena mayoritas lembaganya adalah swasta, dukungan terhadap para guru PAUD dan TK juga banyak bergantung pada kreatifitas lembaga bersangkutan. Tak heran, masih banyak, jika tidak bisa dikatakan semuanya, pendapatan para guru dalam mengajar PAUD dan TK masih di bawah standar kelayakan. Masih banyak guru PAUD yang digaji 300 ribu per bulannya. 
Dengan tugas dan tanggung jawab yang demikian besar dalam menyiapkan siswa PAUD yang berakhlak mulia, menjadi guru PAUD/TK adalah sebuah nilai keikhlasan itu sendiri. Cinta dan kasih sayang pada anak menyempurnakan niat keikhlasan untuk tetap menjalankan tanggung jawab dalam menanamkan nilai pendidikan agama Islam pada diri anak-anak. 

No comments:

Post a Comment